03 August 2012

Tanyakan mereka: Dimana Allah?

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم

Mungkin ada pihak tertentu yang merendah-rendahkan pertanyaan ini. Ketika dipertanyakan kepada mereka dimana Allah, mereka menjawab, kami tidak memerlukan soalan ini.

Atau, soalan ini hanya untuk tahap ulama sahaja.

Atau, masyarakat sekarang tak perlu tahu lagi soalan yang mendalam tentang akidah.

Hakikatnya, mari kita baca sedikit sirah tentang dialog Nabi Muhammad Sallallahu alaihiwasallam dengan hamba wanita pengembala kambing.


Imam Muslim dan lainnya telah meriwayatkan dari Muawiyyah bin al-Hakam as-Sulami Radhiyallahu ‘anhu ia berkata.

"Artinya : Aku memiliki sekawanan kambing yang berada diantara gunung Uhud dan Jawwaniyah, disana ada seorang budak wanita. Suatu hari aku memeriksa kambing-kambing itu, tiba-tiba aku dapati bahwa seekor serigala telah membawa (memangsa) salah satu diantara kambing-kambing itu, sementara aku seorang manusia biasa, aku menyesalinya, lalu aku menampar wanita itu. Kemudian kudatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kuceritakan kejadian tersebut kepadanya, beliaupun membesarkan peristiwa itu atasku, maka kukatakan (kepadanya) : 'Wahai Rasulullah, tidakkah (lebih baik) aku memerdekakannya?' Beliau berkata : 'Panggillah ia!' Lalu aku memanggilnya, maka beliau berkata kepadanya : 'Dimana Allah?' Wanita itu menjawab : 'Diatas'. Beliau bertanya lagi : 'Siapakah aku?' Ia menjawab : 'Engkau adalah utusan Allah!' Beliau berkata : 'Bebaskanlah (merdekakanlah dia)! karena sesungguhnya dia adalah seorang wanita yang beriman'." [Ahmad V/447, Muslim No. 537]
Lihatlah, betapa cerdiknya Rasulullah Sallallahu alaihiwasallam, menjadikan soalan dimana Allah sebagai soalan pertama untuk mengujinya.

Logiknya, kenapa Rasullullah tidak mempertanyakan soalan fiqh, muamalat, akhlak, tetapi mendahulukan soalan akidah, soalan di mana Allah?

****

Ketika saya melakukan umrah di Makkah tahun lepas, saya belikan satu buku kanak-kanak sebagai hadiah buat anak saya, AL-Faruq. Ternyata, soal jawab yang nombor 1 dalam buku kanak-kanak itu ialah ainallah(dimana Allah)? Jawabnya Fissama'(di atas).

Maka, bagaimana mungkin soalan untuk kanak-kanak ini dijadikan soalan yang ditertawakan oleh sesetengah orang malah diperlekehkan oleh sebahagian jemaah gerakan Islam di Malaysia ini?

Apabila akidah mereka tidak dapat disatukan di atas manhaj akidah yang murni, bagaimana mungkin hati-hati mereka dapat disatukan? Malah, ia hanya bertahan buat sementara waktu sahaja.

Ya, seperti yang saya perhatikan kepada apa yang berlaku dalam beberapa kelompok dakwah di Malaysia, mereka berdegung-degung dan bersemangat, mungkin untuk entah beberapa lama sahaja, kemudian mereka bercerai berai. Kemudian mereka mencari lagi massa(manusia), kemudian bercerai berai lagi, entah untuk seberapa lama, dan berpecah lagi dan lagi.

Ternyata, setelah saya membaca beberapa kalam ulama' salaf, (yang pastinya didasarkan kepada kefahaman al-qur'an dan hadith Nabi Sallallahu alaihi wasallam), apa yang mereka ungkapkan beberapa tahun dahulu, ada yang sudah berpuluh tahun dahulu, ternyata menjadi kenyataan.

Jika mereka meneliti kefahaman salafussoleh dalam hal ini(kepentingan mendakwah akidah kepada manusia), nescaya mereka akan meninggalkan apa yang mereka tunggangi, kepada apa yang telah difirmankan Allah Azza Wajal untuk diamalkan oleh segenap manusia.

Tetapi mereka tetap berpaling.

Saya mengajak pembaca membaca dialog Syaikh Nasiruddin Al Albani dengan seorang pemimpin parti. Mungkin ia boleh kita jadikan renungan,

Suatu ketika syaikh Muhammad Nashirudin Al-Albani rahimahullah pernah bertemu dengan salah seorang pemimpin partai Islam (dari Aljazair), Ali bin Hajj. Syaikh mengetahui sangat detail tentang kejadian yang terjadi pada mereka, dan telah sampai berita kepada beliau bahwa partai mereka mendapat dukungan jutaan pendukung. Diantara pertanyaan yang dilontarkan syaikh kepadanya yaitu yang saya nukil secara ringkas disini :

Syaikh Muhammad Nashirudin Al-Albani rahimahullah bertanya : "Apakah setiap orang yang bersamamu (yang mendukung partaimu) mengetahui bahwa Allah bersemayam di atas Arsy?

Setelah terjadi dialog, dimana Ali bin Hajj berupaya untuk lari dari pertanyaan syaikh Al-Albani, dan syaikh-pun berupaya untuk menutup jalan keluar dari pertanyaan diatas, dia menjawab pertanyaan beliau dengan mengatakan : "Kami berharap demikian."

Syaikh berkata kepadanya : "Tinggalkan jawabanmu yang bersifat politis ini!"

Lalu, diapun menjawab dengan tegas bahwasanya mereka tidak mengetahui hal itu. Maka, syaikh berkata : "Cukuplah bagiku jawabanmu ini!"
Anda boleh membaca sebuah artikel terkait di http://almanhaj.or.id/content/2271/slash/0/dimana-allah/

Sekian,

Zikri
Taman Tasek Putra
14 Ramadhan 1433 H







1 comment:

Anonymous said...

Allah wujud tanpa berhajat kpd tempat..