13 June 2012

Siapa yang patut berpolitik?

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Menyibukkan diri dengan politik pada saat ini adalah membuang-buang waktu ! Meskipun kami tidak mengingkari adanya politik dalam Islam, hanya saja dalam waktu yang sama kami meyakini adanya tahapan-tahapan syar'i yang logik yang harus dilalui satu per satu.

Kami memulai dengan aqidah, yang kedua ibadah, kemudian akhlak, dengan mengadakan pemurnian dan pendidikan, kemudian akan datang suatu hari dimana kita pasti masuk dalam fasa politik secara syar'i, kerana berpolitik berarti mengatur urusan-urusan umat. Dan yang mengatur urusan-urusan umat bukanlah Zaid, Bakar, ataupun Umar, yang mendirikan kelompok atau memimpin gerakan atau suatu jama'ah !! Bahkan urusan ini khusus bagi ulil amri yang dibaiat di hadapan kaum muslimin. Dia (ulil amri) lah yang diwajibkan mengetahui politik dan mengaturnya. Apabila kaum muslimin tidak bersatu -seperti keadaan kita saat ini- maka setiap ulil amri hanya berkuasa dan memikirkan sebatas wilayah kekuasaannya saja.

Adapun menyibukkan diri dalam urusan-urusan (politik) maka seandainya pun kita benar-benar mengetahui urusan-urusan tersebut, pengetahuan kita itu tidak memberi manfaat kepada kita, kerana kita tidak memiliki keputusan dan bermudah-mudahan untuk mengatur umat. Satu hal ini pun sudah cukup menjadikan usaha kita sia-sia.

Kami akan memberikan suatu contoh : Peperangan yang terjadi melawan kaum muslimin pada kebanyakan negeri-negeri Islam. Apakah bermanfaat jika kita membakar semangat kaum muslimin untuk menghadapi orang kafir padahal kita tidak memiliki "jihad wajib" yang diatur oleh imam yang bertanggung jawab yang telah dibaiat ?! Tidak ada gunanya perbuatan tersebut. Kami tidak berkata bahwa menolong orang-orang yang tertindas itu tidak wajib, akan tetapi kami mengatakan bahwa menyibukkan diri dengan politik bukan sekarang waktunya. Oleh kerana itu, wajib atas kita untuk mengajak kaum muslimin kepada dakwah, untuk memahamkan mereka kepada Islam yang benar dan mendidik mereka dengan tarbiyah yang benar.

Adapun menyibukkan mereka dengan urusan-urusan emosional yang menyuntik semangat, maka hal itu termasuk dalam hal-hal yang dapat memalingkan mereka dari kemantapan dalam memahami da'wah yang wajib ditegakkan oleh setiap muslim mukallaf, seperti memperbaiki aqidah, ibadah, dan akhlak. Dan hal itu termasuk fardhu 'ain yang tidak boleh dimaklumi orang yang melalaikannya. Sedangkan urusan-urusan lain yang dinamakan pada saat ini dengan "fiqhul waqi" dan sibuk dengan urusan politik yang merupakan tanggung jawab ahlul halli wal aqdi, yang dengan kekuasaan mereka, mereka boleh mengambil manfaat dari hal yang demikian secara praktek. Adapun sebagian orang yang tidak memiliki kekuasaan, maka mengetahui politik dan menyibukkan majoriti manusia dengan sesuatu yang penting daripada sesuatu yang lebih penting adalah termasuk sebagai hal-hal yang memalingkan mereka dari pengetahuan yang benar!.

Dan inilah yang kami rasakan sesungguhnya pada kebanyakan dari manhaj kelompok-kelompok dan jama'ah-jama'ah Islam pada saat ini. Dimana kami mengetahui bahwa sebagian mereka berpaling dari mengajari pemuda-pemuda muslim yang berkumpul disekitar da'i itu untuk belajar memahami aqidah, ibadah dan akhlak yang benar. Kerana sebagian para da'i itu sibuk dengan urusan politik dan masuk ke parlimen yang berhukum dengan selain apa-apa yang Allah turunkan!! Sehingga hal itu memalingkan mereka dari hal yang lebih penting dan mereka sibuk dengan hal-hal yang tidak penting dalam keadaan seperti sekarang ini.

Adapun tentang apa-apa yang termuat dalam pertanyaan iaitu tentang bagaimana seorang muslim berlepas diri dari dosa (tanggung jawab) atau bagaimana seorang muslim berperanan serta dalam mengubah keadaan yang pahit ini, maka kami katakan : Setiap muslim berkewajiban berbuat sesuai dengan kemampuannya masing-masing, seorang ulama mempunyai kewajiban yang berbeza dengan yang bukan ulama. Dan sebagaimana yang saya sebutkan dalam kesempatan seperti ini bahwa sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan nikmat-Nya dengan kitab-Nya, dan dia menjadikan Al-Qur'an sebagai undang-undang bagi kaum mukminin. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahuinya". [Al-Anbiya : 7].

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan masyarakat Islam menjadi dua bagian iaitu orang yang berilmu dan yang bukan berilmu (awam). Dan Allah mewajibkan kepada masing-masing di antara keduanya apa-apa yang tidak Allah wajibkan kepada yang lainnya. Maka kewajiban atas orang-orang yang bukan ulama adalah hendaknya mereka bertanya kepada ahli ilmu. Dan kewajiban atas para ulama adalah hendaknya menjawab apa-apa yang ditanyakan kepada mereka. Maka kewajiban-kewajiban berdasarkan pijakan ini adalah berbeda-beda sesuai dengan perbedaan individu itu sendiri. Seorang yang berilmu pada saat ini kewajibannya adalah berda'wah mengajak kepada da'wah yang hak sesuai dengan batas kemampuannya. Dan orang yang bukan berilmu kewajibannya adalah bertanya tentang apa-apa yang penting bagi dirinya atau bagi orang-orang yang berada dibawah kepemimpinannya seperti istri, anak atau semisalnya. Sehingga apabila seorang muslim dari masing-masing bagian ini menegakkan kewajibannya sesuai dengan kemampuannya, maka dia telah selamat, kerana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya". [Al-Baqarah : 286]

sumber: almanhaj.or.id

No comments: