السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
sumber:
Dibolehkan menjamak shalat ketika macet jika kedua shalat yang ada boleh
dijamak. Jika tidak bisa, boleh mengerjakan shalat di atas kendaraan
jika memang tidak memungkinkan turun dari kendaraan dan shalat tersebut
tidak bisa dijamak dengan waktu shalat berikutnya. Namun sekali lagi ini
dilakukan selama tidak jadi kebiasaan. Sebisa mungkin seorang muslim
mengerjakan shalat ketika sudah masuk waktunya sebelum ia naik kendaraan
jika yakin di tengah perjalanan akan mendapati macet dan bisa luput
dari waktu shalat.
makluman: MACET= kesesakan/traffic jem
artikel penuh: sila klik link di atas;
Untuk menjawab dan memberikan solusi untuk masalah macet ini, maka kami dapat membagi ada dua keadaan ketika macet:
(1) Jika mampu shalat sebelum naik kendaraan dan sudah masuk waktu shalat
Jika seseorang memprediksi bahwa ia bisa luput dari shalat ‘Ashar
atau shalat lainnya karena jalanan yang macet, maka ia bersegera
mengerjakan shalat tersebut sebelum ia menaiki kendaraan jika sudah
masuk waktu shalat. Dengan melakukan seperti ini, maka niscaya ia tidak
akan luput dari shalat ketika macet. Namun demikianlah, banyak yang
tidak perhatian dengan shalat. Ketika sudah dikumdangkan adzan, malah ia
memilih untuk menaiki kendaraannya dan meninggalkan tempat kerja.
Alhasil, ia pun terkena macet di jalanan dan baru shalat setelah sampai
di rumah saat sudah keluar waktunya. Ini namanya kesengajaan dan
menyia-nyiakan waktu shalat.
(2) Naik
kendaraan sebelum masuk waktu shalat, lalu terkena macet di jalanan dan
tidak bisa turun dari kendaraan, juga khawatir luput dari waktu shalat
Jika keadaan seperti ini dan khawatir luput dari waktu shalat, maka pillihan pertama adalah menjamak shalat.
Ini berlaku jika shalat tersebut bisa dijamak dengan shalat lainnya
seperti Zhuhur dan ‘Ashar, Maghrib dan Isya. Jika shalatnya bisa
dijamak, maka boleh memilih menjamak di waktu kedua meskipun saat itu ia bukan musafir.Karena
jamak dibolehkan ketika hajat (dibutuhkan) meskipun tidak bepergian.
Contoh dari hal ini adalah ketika terkena macet saat waktu Maghrib dan
waktu tersebut sangat mepet. Maka boleh shalat Maghrib tersebut dijamak
dengan shalat Isya’. Artinya, shalat Maghrib diakhirkan ke waktu kedua,
yaitu saat waktu ‘Isya.
Jika shalatnya tidak bisa dijamak, misalnya kena macet ketika waktu
‘Ashar, dan ‘Ashar tidak mungkin dijamak dengan shalat Maghrib, maka
saat itu yang dilakukan adalah pilihan kedua yaitu dengan shalat di atas kendaraan.
Jika mampu berdiri, maka dikerjakan dengan berdiri. Jika tidak mampu,
maka dengan duduk lalu ia shalat dengan beri isyarat untuk ruku’ dan
sujudnya. Jika ia tidak punya wudhu, maka diganti dengan tayammum.
Ketika itu tidak boleh
shalat ‘Ashar tersebut diakhirkan ke waktu Maghrib karena kedua shalat
tersebut tidak bisa dijamak. Alangkah baiknya jika seorang muslim bisa
menjaga wudhunya setiap saat sehingga di kendaraan ia tidak bingung lagi
untuk bersuci. Namun jika wudhunya batal dan tidak ada air, maka
tayammum sebagai pilihan pengganti.
Dalil yang menyatakan bolehnya jamak ketika mukim atau tidak bepergian adalah hadits riwayat Muslim dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
جَمَعَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ
وَالْعَصْرِ ، وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ ، بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ
خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ. قِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ : مَا أَرَادَ إِلَى ذَلِكَ ؟
قَالَ : أَرَادَ أَنْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjamak shalat
Zhuhur dan ‘Ashar, juga Maghrib dan ‘Isya di Madinah, bukan karena rasa
takut dan bukan pula karena hujan.” Ada yang bertanya pada Ibnu ‘Abbas, “Apa yang diinginkan beliau melakukan seperti itu?” Jawab Ibnu ‘Abbas, “Beliau tidak ingin umatnya itu mendapat kesulitan.” (HR. Muslim no. 705).
Terdapat penjelasan berharga pula dari kitab Kifayatul Akhyar, kitab fikih Syafi’i sebagai berikut,
قال
النووي: القول بجواز الجمع بالمرض ظاهر مختار، فقد ثبت في صحيح مسلم أن
النبي صلى الله عليه وسلم {جمع بالمدينة من غير خوف ولا مطر} قال الاسنائي:
وما اختاره النووي نص الشافعي في مختصر المزني ويؤيده المعنى أيضاً فإن
المرض يجوز الفطر كالسفر فالجمع أولى بل ذهب جماعة من العلماء إلى جواز
الجمع في الحضر للحاجة لمن لا يتخذه عادة وبه قال أبو إسحاق المروزي ونقله
عن القفال وحكاه الخطابي عن جماعة من أصحاب الحديث واختاره ابن المنذر من
أصحابنا وبه قال أشهب من أصحاب مالك، وهو قول ابن سيرين، ويشهد له قول ابن
عباس رضي الله عنهما أراد أن لا يحرج أمته حين ذكر أن رسول الله صلى الله
عليه وسلم {جمع با لمدينة بين الظهر والعصر والمغرب والعشاء من غير خوف ولا
مطر} فقال سعيد بن جبير: لم يفعل ذلك؟ فقال:لئلا يحرج أمته فلم يعلله بمرض
ولا غيره
“Menurut Imam Nawawi, pendapat yang membolehkan jamak shalat bagi
orang sakit, sudah jelas jadi pilihan yang tepat. Dalam shahih Muslim,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamak shalat di Madinah
bukan karena kondisi terganggunya keamanan, hujan lebat, dan bukan pula
karena sakit. Menurut Imam Asna’i, pilihan Imam Nawawi didasarkan pada
pendapat Imam Syafi‘i yang tercantum dalam kitab Mukhtasar Imam Muzanni.
Pendapat ini diperkuat oleh sebuah perbandingan di mana alasan sakit
layaknya perjalanan jauh menjadi alasan sah untuk membatalkan puasa.
Kalau puasa saja boleh dibatalkan, maka menjamak shalat tentu
dibolehkan. Bahkan sekelompok ulama membolehkan jamak bagi hadirin (orang mukim, yang tidak bersafar) untuk sebuah hajat. Dengan catatan, ini tidak menjadi sebuah kebiasaan.
Abu Ishak Al Maruzi memegang pendapat ini. Ia mengutipnya dari Qaffal
yang diceritakan oleh Al Khatthabi dari para ulama hadits. Ibnul Munzir
Syafi‘i dan para pengikut Imam Malik menganut pendapat tersebut.
Pendapat tersebut juga menjadi pendapat Ibnu Sirin. Hal ini dikuatkan
dengan hadits Ibnu ‘Abbas (sebagaimana dikemukakakan di atas, -pen)."
Lihat pula pembahasan keringanan menjamak shalat ketika mukim.
Intinya,
dibolehkan menjamak shalat ketika macet jika kedua shalat yang ada boleh
dijamak. Jika tidak bisa, boleh mengerjakan shalat di atas kendaraan
jika memang tidak memungkinkan turun dari kendaraan dan shalat tersebut
tidak bisa dijamak dengan waktu shalat berikutnya. Namun sekali lagi ini
dilakukan selama tidak jadi kebiasaan. Sebisa mungkin seorang muslim
mengerjakan shalat ketika sudah masuk waktunya sebelum ia naik kendaraan
jika yakin di tengah perjalanan akan mendapati macet dan bisa luput
dari waktu shalat.
Demikian bahasan kami, moga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
No comments:
Post a Comment