22 June 2012

Tabligh Akbar Nasional

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

Saya ingin mengajak seluruh pembaca blog ini untuk sama-sama mengikuti Tabligh Akbar Nasional di Jogjakarta, Indonesia. Sesiapa yang tidak berkesempatan untuk menempah tiket ke Indonesia, anda boleh dengar secara live di http://annashradio.com/

Beberapa syaikh akan menyampaikan untaian kata nasihat yang sangat berharga untuk para penuntut ilmu di Indonesia dan seluruh dunia amnya.

Semoga kita memanfaatkan kesemptan yang sangat berharga ini untuk menambah bekal untuk iman dan amal kita sebagai persiapan di akhirat kelak.




Tabligh Akbar Nasional 2012 (Jogjakarta)

Tema:
KEINDAHAN AGAMA ISLAM

Pembicara:
1.Asy Syaikh ‘Ubaid bin Abdillah al-Jabiri (Madinah)
2. Asy Syaikh ‘Abdullah bin Umar al-Mar’ie (Yaman)
3. Asy Syaikh Khalid bin Dhahwi azh-Zhafiri (Kuwait)
4. Asy Syaikh Muhammad Ghalib al-’Umari (Madinah)
Waktu:
Sabtu-Ahad, 3-4 Sya’ban 1433H/23-24 Juni 2012M
Pukul 09.00 WIB-selesai
Tempat:
Masjid Agung Manunggal
Jl. Jend. Sudirman No.1 Bantul, DI. Yogyakarta
Kontak Informasi:
Kajian Umum: 0274-7453237
Kajian Asatidz: 081328022770
Informasi Umum: 085747566736
Diselenggarakan Oleh:
Panitia Dauroh Ilmiyah Nasional
Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Jl. Godean Km.5 Gg. Kenanga, Patran RT.01/01
Banyuraden, Gamping, Sleman, DI. Yogyakarta
LIVE! tabligh akbar ini dapat didengarkan di www.salafy.or.id

sumber maklumat;

19 June 2012

Hukum bekerja di syarikat riba'

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

HUKUM BEKERJA DI LEMBAGA RIBAWI SEPERTI MENJADI PEMANDU ATAU GUARD?
 
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin (Ulama besar Arab Saudi)
 
Pertanyaan
 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah boleh hukumnya bekerja di lembaga ribawi seperti menjadi pemandu atau guard ?

Jawaban
 Tidak boleh hukumnya bekerja di lembaga-lembaga ribawi sekalipun menjadi pemandu atau guard sebab ketika dia bekerja di lembaga-lembaga ribawi, maka konsekwensi logisnya dia rela terhadapnya, karena orang yang mengingkari (menolak) sesuatu tidak mungkin bekerja untuk kepentingannya. Bila dia bekerja untuk kepentingannya, maka ketika itu dia sudah menjadi rela terhadapnya dan rela terhadap sesuatu yang diharamkan, berarti mendapatkan jatah dosa darinya juga.

Sedangkan orang yang secara langsung mencatat, menulis, mengirim, menyimpan dan semisalnya, maka tidak dapat disangkal lagi, telah turut secara langsung melakukan hal yang haram, padahal telah terdapat hadits yang sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Jabir Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya.

“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat pemakai riba, pemberi makan dengannya, penulisnya dan kedua saksinya. Beliau mengatakan, “Mereka itu sama saja ..”[Hadits Riwayat Muslim, kitab Al-Musaqah 1598]

[Majmu Durus Fatawa Al-Haramul Makkiy, Juz III, hal.369 dari fatwa Syaikh Ibn Utsaimin]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 6 Darul Haq]

artikel penuh di ;
http://almanhaj.or.id/content/1793/slash/0 

17 June 2012

Hukum Puasa di bulan Syaaban

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم

OLEH: Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ditanya : Apakah hukumnya berpuasa pada bulan Sya’ban ?

Jawaban: Berpuasa pada bulan Sya’ban adalah sunah, memperbanyak puasa di bulan itu juga merupakan sunah sampai-sampai Aisyah Radhiyallahu ‘anha bertutur:

“Aku tidak pernah melihat beliau (Nabi) berpuasa lebih banyak daripada di bulan Sya’ban” [Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Shaum, Bab Puasa Sya’ban 1969]

Sebaiknya memperbanyak puasa di bulan Sya’ban menurut hadits ini.

Para ulama berkata: “Puasa di bulan Sya’ban sebagaimana sunat rawatib bagi lima shalat fardhu, seolah-olah dia mendahului puasa Ramadhan, maksudnya seakan-akan dia menjadi rawatibnya bulan Ramadhan. Karena itu sunnah puasa di bulan Sya’ban dan sunah puasa enam hari di bulan Syawal seperti rawatib sebelum shalat wajib dan sesudahnya.

Dalam puasa di bulan Sya’ban terdapat manfaat yang lain yakni mempersiapkan diri dan bersedia untuk berpuasa agar dirinya menjadi siap mengerjakan puasa Ramadhan, menjadi mudah baginya untuk menunaikannya.

Majmu Fatawa Arkanul Islam edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al- Utsaimin

http://sunniy.wordpress.com | Menebar Ilmu & Tegakkan Sunnah

16 June 2012

Wanita boleh bekerja di luar rumah

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan
Kita tidak menentang wanita bekerja di luar rumahnya, asalkan terikat dengan ketentuan-ketentuan syariat. Ketentuan-ketentuan itu adalah sebagai berikut:
1. Bahwa wanita itu, atau masyarakat memerlukan pekerjaan itu, di mana tidak ada lelaki yang dapat menangani pekerjaan itu.
2. Hendaknya ia melakukan pekerjaan itu setelah melaksanakan pekerjaanya di rumah yang merupakan tugas utamanya.
3. Hendaknya pekerjaan itu di lingkungan wanita, seperti mengajar wanita, mengobati dan merawat wanita. Dan hendaknya pekerjaan itu terpisah dari kaum lelaki.
4. Begitu pula tidak mengapa, bahkan wajib wanita menuntut ilmu tentang perihal agamanya. Dan tidak mengapa ia mengajarkan perihal agama yang dibutuhkan oleh sesama wanita. Namun proses belajar mengajar itu hendaknya dalam lingkup wanita. Dan tidak mengapa wanita menghadiri majlis taklim di masjid atau semacamnya dengan bertabir dan terpisah dari lelaki, sesuai dengan apa yang dilakukan wanita di awal sejarah Islam (di masa Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam dan para shahabat Radhiallahu'anhum), di mana mereka bekerja, menuntut ilmu, dan mendatangi masjid.
[Dinukil dari kitab Tanbiihat 'ala Ahkam Takhtash bil Mukminat, Penulis Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan, Edisi Indonesia Sentuhan Nilai Kefiqihan Untuk Wanita Beriman, Diterbitkan oleh Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia di Jakarta, hal. 11-12]


sumber: http://sunniy.wordpress.com | Menebar Ilmu & Tegakkan Sunnah

15 June 2012

karakteristik Firqah Najiyah

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم

APA KARAKTERISTIK FIRQAH NAJIYAH YANG PALING MENONJOL?

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa karakteristik firqah najiyah yang paling menonjol? Apakah bila terjadi kekurangan akan mengeluarkan seseorang dari firqah najiyah?

Jawaban
Karakteristik firqah najiyah yang paling menonjol adalah berpegang teguh dengan apa yang dibawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam aqidah, ibadah, akhlak dan mu’amalah. Di dalam empat perkara inilah kamu akan mengetahu firqah najiyah.

Dalam masalah aqidah, kamu mendapati firqah najiyah selalu berpegang teguh dengan apa yang ditunjukkan Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu tauhid yang murni dalam uluhiyah Allah, rububiyah-Nya dan asma’ wa sifat-Nya

Dalam masalah ibadah, kamu dapati firqah najiyah ini begitu unik di dalam berpegang teguh yang sempurna dan dalam merealisasi apa yang datang dari Nabi dalam masalah ibadah, berupa jenis, sifat, ukuran, waktu, tempat dan sebab-sebabnya. Kamu tidak akan mendapati mereka berbuat bid’ah dalam agama Allah ini, namun justru mereka sangat tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam memasukkan bentuk ibadah yang tidak diridhai-Nya.

Dalam masalah akhlak kamu dapati mereka juga istimewa dari yang lainnya ; dalam hal kebagusan akhlak, seperti cinta akan kebaikan untuk orang-orang muslim, lapang dada, wajah berseri, bagus dan mulia ucapannya, berani dan akhlak mulia lainnya.
Dalam masalah mu’amalah, kamu dapati mereka bermu’amalah kepada manusia dengan jujur dan terus terang. Mereka itulah yang ditunjuk oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya.
“Artinya : Dua orang yang jual beli (penjual dan pembeli) mempunyai hak memilih barang selama mereka belum berpisah, yang jika keduanya jujur dan terus terang maka jual beli keduanya diberkahi” [1]

Bila karakteristik-karakteristik ini kurang pada diri seseorang, hal itu tidak menjadikan ia keluar dari firqah najiyah, akan tetapi segala sesuatu ada derajadnya sesuai dengan apa yang mereka kerjakan. Namun bila terjadi dalam tauhid, bisa jadi mengeluarkan dia dari firqah najiyah seperti rusaknya keikhlasan. Demikian juga bid’ah, bisa jadi dia berbuat bid’ah yang mengeluarkan dia dari firqah najiyah.

13 June 2012

Siapa yang patut berpolitik?

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Menyibukkan diri dengan politik pada saat ini adalah membuang-buang waktu ! Meskipun kami tidak mengingkari adanya politik dalam Islam, hanya saja dalam waktu yang sama kami meyakini adanya tahapan-tahapan syar'i yang logik yang harus dilalui satu per satu.

Kami memulai dengan aqidah, yang kedua ibadah, kemudian akhlak, dengan mengadakan pemurnian dan pendidikan, kemudian akan datang suatu hari dimana kita pasti masuk dalam fasa politik secara syar'i, kerana berpolitik berarti mengatur urusan-urusan umat. Dan yang mengatur urusan-urusan umat bukanlah Zaid, Bakar, ataupun Umar, yang mendirikan kelompok atau memimpin gerakan atau suatu jama'ah !! Bahkan urusan ini khusus bagi ulil amri yang dibaiat di hadapan kaum muslimin. Dia (ulil amri) lah yang diwajibkan mengetahui politik dan mengaturnya. Apabila kaum muslimin tidak bersatu -seperti keadaan kita saat ini- maka setiap ulil amri hanya berkuasa dan memikirkan sebatas wilayah kekuasaannya saja.

Adapun menyibukkan diri dalam urusan-urusan (politik) maka seandainya pun kita benar-benar mengetahui urusan-urusan tersebut, pengetahuan kita itu tidak memberi manfaat kepada kita, kerana kita tidak memiliki keputusan dan bermudah-mudahan untuk mengatur umat. Satu hal ini pun sudah cukup menjadikan usaha kita sia-sia.

Kami akan memberikan suatu contoh : Peperangan yang terjadi melawan kaum muslimin pada kebanyakan negeri-negeri Islam. Apakah bermanfaat jika kita membakar semangat kaum muslimin untuk menghadapi orang kafir padahal kita tidak memiliki "jihad wajib" yang diatur oleh imam yang bertanggung jawab yang telah dibaiat ?! Tidak ada gunanya perbuatan tersebut. Kami tidak berkata bahwa menolong orang-orang yang tertindas itu tidak wajib, akan tetapi kami mengatakan bahwa menyibukkan diri dengan politik bukan sekarang waktunya. Oleh kerana itu, wajib atas kita untuk mengajak kaum muslimin kepada dakwah, untuk memahamkan mereka kepada Islam yang benar dan mendidik mereka dengan tarbiyah yang benar.

Adapun menyibukkan mereka dengan urusan-urusan emosional yang menyuntik semangat, maka hal itu termasuk dalam hal-hal yang dapat memalingkan mereka dari kemantapan dalam memahami da'wah yang wajib ditegakkan oleh setiap muslim mukallaf, seperti memperbaiki aqidah, ibadah, dan akhlak. Dan hal itu termasuk fardhu 'ain yang tidak boleh dimaklumi orang yang melalaikannya. Sedangkan urusan-urusan lain yang dinamakan pada saat ini dengan "fiqhul waqi" dan sibuk dengan urusan politik yang merupakan tanggung jawab ahlul halli wal aqdi, yang dengan kekuasaan mereka, mereka boleh mengambil manfaat dari hal yang demikian secara praktek. Adapun sebagian orang yang tidak memiliki kekuasaan, maka mengetahui politik dan menyibukkan majoriti manusia dengan sesuatu yang penting daripada sesuatu yang lebih penting adalah termasuk sebagai hal-hal yang memalingkan mereka dari pengetahuan yang benar!.

Dan inilah yang kami rasakan sesungguhnya pada kebanyakan dari manhaj kelompok-kelompok dan jama'ah-jama'ah Islam pada saat ini. Dimana kami mengetahui bahwa sebagian mereka berpaling dari mengajari pemuda-pemuda muslim yang berkumpul disekitar da'i itu untuk belajar memahami aqidah, ibadah dan akhlak yang benar. Kerana sebagian para da'i itu sibuk dengan urusan politik dan masuk ke parlimen yang berhukum dengan selain apa-apa yang Allah turunkan!! Sehingga hal itu memalingkan mereka dari hal yang lebih penting dan mereka sibuk dengan hal-hal yang tidak penting dalam keadaan seperti sekarang ini.

Adapun tentang apa-apa yang termuat dalam pertanyaan iaitu tentang bagaimana seorang muslim berlepas diri dari dosa (tanggung jawab) atau bagaimana seorang muslim berperanan serta dalam mengubah keadaan yang pahit ini, maka kami katakan : Setiap muslim berkewajiban berbuat sesuai dengan kemampuannya masing-masing, seorang ulama mempunyai kewajiban yang berbeza dengan yang bukan ulama. Dan sebagaimana yang saya sebutkan dalam kesempatan seperti ini bahwa sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan nikmat-Nya dengan kitab-Nya, dan dia menjadikan Al-Qur'an sebagai undang-undang bagi kaum mukminin. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahuinya". [Al-Anbiya : 7].

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan masyarakat Islam menjadi dua bagian iaitu orang yang berilmu dan yang bukan berilmu (awam). Dan Allah mewajibkan kepada masing-masing di antara keduanya apa-apa yang tidak Allah wajibkan kepada yang lainnya. Maka kewajiban atas orang-orang yang bukan ulama adalah hendaknya mereka bertanya kepada ahli ilmu. Dan kewajiban atas para ulama adalah hendaknya menjawab apa-apa yang ditanyakan kepada mereka. Maka kewajiban-kewajiban berdasarkan pijakan ini adalah berbeda-beda sesuai dengan perbedaan individu itu sendiri. Seorang yang berilmu pada saat ini kewajibannya adalah berda'wah mengajak kepada da'wah yang hak sesuai dengan batas kemampuannya. Dan orang yang bukan berilmu kewajibannya adalah bertanya tentang apa-apa yang penting bagi dirinya atau bagi orang-orang yang berada dibawah kepemimpinannya seperti istri, anak atau semisalnya. Sehingga apabila seorang muslim dari masing-masing bagian ini menegakkan kewajibannya sesuai dengan kemampuannya, maka dia telah selamat, kerana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya". [Al-Baqarah : 286]

sumber: almanhaj.or.id

12 June 2012

Hukum Memakai Jersi Bola

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

Oleh: Asy Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan
Asy Syaikh ditanya tentang memakai baju yang dipakai orang-orang kafir di mana di bahagian belakangnya terdapat nama pemain bola kafir tanpa meniatkan tasyabbuh (meniru kebiasaan) mereka. Maka beliau menjawab:

“Perbuatan ini termasuk pengagungan terhadap orang kafir. Selama ia memakai baju yang terdapat nama orang kafir atau gambarnya, maka ini termasuk pengagungan terhadap orang kafir. Tidak diperbolehkan. Minimal hukumnya adalah haram. Dan apabila ia memang berniat mengagungkannya, dikhawatirkan ia jatuh dalam kemurtadan.

Ini adalah bentuk pengagungan terhadap orang kafir. Selama dia memakai baju yang ada nama atau gambar orang kafir maka ini adalah bentuk pengagungan padanya. Maka ini tidak diperbolehkan. Paling sedikit hukumnya adalah haram. Apabila dia mengagungkan orang kafir tersebut maka dikhuatirkan dia jatuh pada kemurtadan. Na’am.

Teks Arab:
يقول فضيلة الشيخ وفقكم الله : الذي يلبس ما يلبسه الكفار ويكون على ظهره في لباسه اسم لا عب كافر ولا ينوي التشبه بذلك أو بهم ؟
العلامة صالح الفوزان حفظه الله :
هذا تعظيم للكافر ، مادام يلبس الثوب الذي عليه اسم الكافر أو صورته هذا تعظيم للكافر ، فلا يجوز هذا أقل أحواله أنه محرم ، وإن كان يعظمه يخشى على ردته . نعم

Sumber:
http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=120239

04 June 2012

Berbicara sesuai dengan tahap pemikiran

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم

Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin ‘Abdullah Al Imam
Di antara hal yang perlu diketahui oleh orang-orang yang tegak menyuarakan da’wah kepada Allah ialah pembezaan antara kalimat yang ditujukan kepada orang khusus dan orang umum (awam, pen), sebab sesungguhnya ia dituntut untuk berbicara dengan manusia dengan kalimat yang mudah difahami oleh mereka.

Oleh kerana itu ‘Ali bin Abi Thalib Radhiallahu'anhu berkata :
“Berbicaralah kepada manusia dengan apa yang mereka ketahui, apakah kalian suka Allah dan Rasulullah didustakan.” (Hadits Riwayat Al-Bukhari I/272 secara mu’allaq)

Bukanlah suatu tindakan bijak memberitahukan rakyat umum permasalahan yang menjadi kekhususan thalibul ‘ilmi (penuntut ‘ilmu agama-pen) dan para da’i menuju Allah. Betapa perlunya kita untuk mencermati apa yang akan dilontarkan kepada orang (khalayak) umum, walllahul musta’aan.
[Dinukil dari buku Tatkala Fitnah Melanda (Mutiara Hikmah Menyingkap Fitnah dan Pedoman Syar’i saat Menghadapi) Penulis Asy Syaikh Shalih bin ‘Abdul Aziz Alu Syaikh & Asy Syaikh Muhammad bin ‘Abdullah Al-Imam. Penerbit Pustaka Al Haura Hal. 89-90]

Dilakukan sedikit pengubahsuaian bahasa oleh: Abu Faruq Zikri Al-Iskandari.

artikel diambil dari web http://sunniy.wordpress.com

Seri Iskandar
4 Jun 2012